Klausula Perjanjian Yang Mengatur Bahwa Kreditur Diberi Kuasa Untuk Menjadikan Barang-Barang Yang Dijaminkan Itu Sebagai Miliknya Adalah Batal

Dalam perjanjian utang piutang, pada umumnya diatur juga benda-benda/barang yang dijadikan jaminan utang oleh Debitur agar memberikan kepastian pengembalian utang bagi kreditur. Namun seringkali terjadi juga, pada pasal dalam perjanjian utang piutang tersebut mengatur apabila Debitur tidak dapat mengembalikan utangnya, maka benda/barang yang dijaminkan itu beralih menjadi milik Kreditur (Perjanjian Milik Beding).

 

Pasal atau Klausula tersebut, apabila dimuat dalam perjanjian maka menjadi batal. Hal ini karena bertentangan dengan Pasal 1178 KUHPerdata yang berbunyi “Segala perjanjian yang menentukan bahwa kreditur diberi kuasa untuk menjadikan barang-barang yang dihipotekkan itu sebagai miliknya adalah batal”.

 

Begitu pun dengan Pasal 1154 KUHPerdata mengatur bahwa: “Dalam hal debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajiban, kreditur tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan itu menjadi miliknya. Segala persyaratan perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal

 

Terhadap jaminan berupa tanah, maka berlaku Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah yang menentukan bahwa: “Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki obyek hak tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum

 

Terdapat beberapa putusan Mahkamah Agung yang membatalkan pasal-pasal yang memuat Perjanjian Milik Beding, hal ini dapat dilihat dari pertimbangan-pertimbangan dalam Putusan-Putusan sebagai berikut:

 

Putusan Nomor 2257 K/Pdt/2019 tanggal 17 September 2019

  • Bahwa perjanjian utang piutang antara Penggugat dengan Tergugat yang memuat klausula bahwa apabila Tergugat tidak mampu melunasi utangnya sampai dengan tanggal 25 November 2016, maka jaminan berupa tanah tersebut akan beralih menjadi milik Penggugat, adalah perjanjian milik beding yang dilarang berdasarkan Pasal 1178 KUHPerdata;
  • Bahwa karena perjanjian yang dibuat oleh Penggugat dan Tergugat merupakan perjanjian yang dilarang oleh undang-undang (klausula milik beding), maka Perjanjian Pengalihan Hak Milik yang dikeluarkan oleh Geuchik Gampong Cot Lhok dengan Nomor 593.83/01 tanggal 17 Maret 2016 antara Penggugat dengan Tergugat batal demi hukum, kecuali mengenai perjanjian utang piutang antara Penggugat dengan Tergugat tetap sah secara hukum;

 

Putusan Nomor 2182 K/Pdt/2019 tanggal 26 Agustus 2019

Bahwa berdasarkan Pasal 1178 KUHPerdata, perjanjian utang piutang antara Penggugat dengan Para Tergugat yang memuat klausula bahwa Para Tergugat akan menyerahkan sebidang tanah beserta bangunannya dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 00061, apabila Para Tergugat tidak dapat melunasi utangnya adalah perjanjian yang dilarang oleh undang-undang (klausula milik beding), sehingga perjanjian utang piutang antara Penggugat dengan Para Tergugat batal demi hukum. Begitu pula dengan Surat Kuasa Menjual antara Penggugat dengan Tergugat I yang disetujui oleh Tergugat II dan Akta Jual Beli Nomor 77/2017 tanggal 20 Januari 2017 atas jual beli objek sengketa dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 00061 antara Penggugat dengan Para Tergugat adalah batal demi hukum;

 

Putusan Nomor 1497 K/Pdt/2018 tanggal 8 Oktober 2018

Bahwa pengalihan hak tagih PT. Bank Tabungan Negara, Tbk. Kepada Penggugat atas hutang Tergugat adalah sah tetapi kewenangan kreditur untuk memiliki benda jaminan bila debitur wanprestasi adalah batal demi hukum, karena milik beding dilarang oleh hukum (Pasal 1154 KUHPerdata), objek jaminan harus dijual di muka umum;

 

Putusan Nomor 414 K/Pdt/2019 tanggal 23 April 2019

  • Bahwa dalam perjanjian hutang piutang, apabila pihak yang berhutang tidak dapat membayar hutangnya maka obyek yang menjadi jaminan dilarang seketika beralih menjadi milik orang yang menghutangi, karena hal tersebut merupakan perjanjian milik beding yang dilarang berdasarkan Pasal 1178 KUHPerdata yang menyebutkan “segala janji dengan mana si berpiutang dikuasakan memiliki benda yang diberikan sebagai jaminan adalah batal”;
  • Bahwa meskipun perjanjian antara Penggugat dengan Para Tergugat tidak secara langsung menyebutkan Penggugat dikuasakan memiliki benda yang dijadikan jaminan, tetapi pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB) merupakan penyelundupan hukum sekaligus merupakan penyalahgunaan keadaan Para Tergugat yang lemah secara ekonomi dan buta hukum, karena itu sudah sepatutnya terhadap perjanjan pengikatan jual beli dan akta jual beli yang dibuat antara Penggugat dengan Para Tergugat batal demi hukum;

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top